Lanjut ke konten

Di Laut Kita Tak Berdaya

07/06/2012

 

Di Laut Kita Tak Berdaya

Tumpang tindih aturan dan banyaknya instansi yang terlibat dalam pengamanan laut justru menyebabkan tidak efektifnya pengamanan wilayah perairan Indonesia. Kerugian akibat berbagai bentuk pencurian di laut diperkirakan mencapai Rp 200 triliun pertahun.

Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL Armada Kawasan Timur (Armatim) saat melakukan patroli laut dengan menggunakan combat boat untuk pengamanan laut di wilayah timur Indonesia dan antisipasi kejahatan jalur laut serta menjaga keutuhan NKRI di perairan Surabaya, Jatim, Selasa (6/9).

Laksamana Madya Didik Heru Purnomo mengaku harus terus memutar otak agar bisa mengkoordinasikan 12 instansi yang terlibat dalam pengamanan laut. Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut tersebut mengaku masih kesulitan mengkoordinasikan belasan pemangku kepentingan yang tergabung di dalam Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) itu.

Menurut jenderal bintang tiga TNI Angkatan Laut itu perlu strategi khusus untuk mengkoordinasikan mereka. “Sebab tidak semua aparat menyadari pentingnya koordinasi dan menghilangkan ego sektoral,” katanya, Kamis pekan lalu. Selain ego sektoral, menurut dia, peraturan tentang keamanan di laut jumlahnya terlalu banyak, ada 33 peraturan sehingga tumpang tindih.

Sependapat dengan Didik, Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri menyebut akibat ego sektoral dan tumpang tindihnya peraturan pengamanan dan penegakan hukum di perairan Indonesia menjadi lemah sehingga pencurian ikan merajarela.

Menurut Rokhmin pencurian ikan justru dilakukan oleh kapal-kapal berbendera Indonesia. Pengusaha Indonesia yang menjadi pemilik kapal tersebut memperjualbelikan ijin penangkapan ke pengusaha asing. “Total kerugian yang kita derita stabil, berkisar di angka Rp 200 triliun per tahun akibat illegal fishing, illegal mining dan illegal trading di laut,” katanya.

Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim, Suhana juga mengungkapkan selain ikan, kekayaan laut yang banyak di curi adalah pasir laut, peninggalan benda berharga di bawah laut dan terumbu karang. Dalam perkara pencurian ikan, permasalahan yang terjadi di perairan Indonesia tidak hanya mencakup problem klasik pencurian ikan (illegal fishing), tetapi juga masalah perikanan yang tidak dilaporkan (unreported fishing) dan perikanan yang tidak diatur (unregulated fishing). ”Kapal ikan asing yang melakukan pencurian ikan di perairan Indonesia didominasi oleh negara Malaysia, Vietnam, Thailand, RRC, dan Philipina,” kata Suhana.

Salah satu contoh, Suhana menyebutkan, di provinsi Kalimantan Barat, umumnya kapalkapal milik nelayan Malaysia menangkap ikan di perairan kabupaten Sambas, yang menjadi perbatasan Indonesia dan Malaysia pada malam hari. Menjelang pagi hari kapal-kapal tersebut kembali masuk ke perairan Malaysia dan mendaratkan ikannya di pelabuhan perikanan yang ada di sekitar wilayah Kuching Malaysia. “Dari Kuching, ikan-ikan hasil tangkapan nelayan Malaysia tersebut di ekspor ke Indonesia melalui jalur darat,” papar Suhana.

Wakil Ketua Komisi IV DPRRI yang membidangi Kelautan dan Perikanan, Ibnu Multazam mengatakan pencurian terbesar yang terjadi di perairan Indonesia adalah pencurian ikan. Ibnu mengatakan untuk mengantisipasi dan meminimalisir pencurian tersebut, nelayan-nelayan tradisional seharusnya dibekali kapal yang berukuran lebih besar ketika melaut sehingga dapat berlayar lebih jauh dari garis pantai. “Nelayan tradisional harus dilibatkan dalam pengamanan laut kita,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini.

Selain keterlibatan nelayan, Ibnu menyarankan pemerintah segera membentuk coast guard untuk pengamanan laut Indonesia sehingga ada satu komando yang tegas. Pencurian besar-besaran di perairan Indonesia menurut Ibnu terjadi karena terlalu banyak instansi yang menangani dan tumpang- tindihnya peraturan. “Karena terlalu banyak yang turun tangan justru menjadi tidak aman,” ujar Ibnu.

Menteri Kelautan dan Perikanan pertama, Sarwono Kusumaatmadja mengatakan untuk pengamanan laut saat ini diserahkan ke Bakorkamla. Namun menurut Sarwono, Bakorkamla hanyalah lembaga koordinasi yang tidak bisa melakukan eksekusi. Akibatnya jika ada suatu insiden atau ada pelanggaran di wilayah perairan nusantara, Bakorkamla harus berkoordinasi terlebih dahulu dan tidak bisa segera mengambil tindakan. “Jadi selalu kalah cepat,” ujar Sarwono.

Yudho Raharjo | Praminto Moehayat | Rizkita Sari | Fadilla Fikri Armadhita | Bushtari Ariyanti

Sumber : http://www.prioritasnews.com/2012/06/05/di-laut-kita-tak-berdaya/
No comments yet

Tinggalkan komentar